Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam
https://rjfahuinib.org/index.php/khazanah
<p><strong>Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam</strong> is a scientific journal published periodically twice a year in June and December by the Islamic History and Civilization Department, Faculty of Adab dan Humaniora, UIN Imam Bonjol Padang. This journal focuses on any research related to the history of Islamic culture and the history of Islamic civilization. Scope of Khazanah: Journal of Islamic History and Culture includes classical religious manuscripts, Contemporary religious manuscripts, socio-religious history, religious archeology, archipelago religious arts.. <a href="https://rjfahuinib.org/index.php/khazanah/kerjasama"><em><strong>Master of Agreement (MoA)</strong></em></a> <br /><strong>ISSN: <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1512425502" target="_blank" rel="noopener">2614-3798</a> (online)</strong><br /><strong>ISSN: <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1382602133" target="_blank" rel="noopener">2339-207x</a> (print)</strong></p>Program Studi Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padangen-USKhazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam2339-207XPerlawanan Khalifah Abdul Malik bin Marwan terhadap Hegemoni Peradaban Persia dan Romawi
https://rjfahuinib.org/index.php/khazanah/article/view/949
<p>Persia and Rome are two giant empires that are believed to have influenced the movements of Islamic civilization in history. This fact indicates that their position was more superior than the Islamic civilization of their time. A series of efforts to compete with and erode the Persian-Roman hegemony were massively carried out by Islamic leaders, as demonstrated by the caliph Abdul Malik bin Marwan (685-705 AD). By using a qualitative research method based on library research, this article succeeded in uncovering the resistance of the caliph Abdul Malik bin Marwan to the power of Persian and Roman civilization through a number of political policies in his time. Among his most significant political policies were formalizing Arabic as the official language in government and standardizing Islamic currency as the official medium of exchange in the Byzantine-Persian territory. At the same time, the leadership of the caliph Abdul Malik bin Marwan in fact also helped bring Islam to a peak of superiority beyond the civilizations of other nations at that time.</p> <p>Persia dan Romawi merupakan dua Imperium raksasa yang diyakini turut mempengaruhi gerak langkah peradaban Islam dalam sejarah. Kenyataan tersebut mengindikasikan tentang posisi mereka yang lebih superior (unggul) ketimbang peradaban Islam di zamannya. Serangkaian upaya untuk menandingi dan mengikis hegemoni bangsa Persia-Romawi begitu masif dilakukan oleh pemimpin-pemimpin Islam, sebagaimana yang diperlihatkan oleh khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M). Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif berbasis studi kepustakaan (library research), artikel ini berhasil mengungkap perlawanan khalifah Abdul Malik bin Marwan terhadap kuasa peradaban Persia dan Romawi melalui sejumlah kebijakan politik di masanya. Di antara kebijakan politik beliau yang paling signifikan adalah meresmikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi di pemerintahan dan menstandardisasikan mata uang Islam sebagai alat tukar resmi di wilayah kekuasaan Byzantium-Persia. Dalam waktu yang bersamaan, kepemimpinan khalifah Abdul Malik bin Marwan nyatanya juga turut membawa Islam mencapai puncak kedigdayaan melampaui peradaban bangsa-bangsa lain pada saat itu.</p>Abdul Bar Mursyid Sobar
Copyright (c) 2023 Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam
2023-06-182023-06-18131116Mengislamkan Turki: Peradaban Tasawuf di Turki-Ottoman Abad ke 13-16
https://rjfahuinib.org/index.php/khazanah/article/view/953
<p>This article will explain in a descriptive-analytical manner the early development of Sufism or Sufism in the Turkish region, especially in Anatolia in the thirteenth to sixteenth centuries. This study uses historical research by tracing various sources, including books, journals and articles on Sufism and Sufism in Turkey in the thirteenth to sixteenth centuries. The result is that the majority of Sufis and Sufi groups or tarekat originate from Central Asia and Khurasan or Persia. Initially Islam or in this case Sufism and Sufism were spread through individuals, who were usually called by <em>dede, baba, sheikh, mursid</em>or<em>the bridge</em>, who preached Islam to the lower classes of society. Then, when entering the early fourteenth century, various groups of tarekat entered, which also originated or had their origins in Central Asia or Persia. Apart from that, this article also explains the influence of one of the great Sufis, Ibn Arabi, in the Ottoman Empire in particular. Where his teachings, works and figures were highly valued and appreciated in the Ottoman Empire by the sultans and Ottoman scholars at that time.</p> <p><br />Artikel ini menjelaskan secara deskriptif-analitis tentang perkembangan awal tasawuf atau sufisme di wilayah Turki, khususnya di Anatolia pada abad ketigabelas hingga keenambelas. Penelitian ini menggunakan penelitian sejarah dengan melacak berbagai sumber baik buku, jurnal dan artikel mengenai sufisme dan tasawuf di Turki abad ketigabelas hingga keenambelas. Hasilnya adalah bahwa mayoritas sufi dan kelompok sufi atau tarekat berasal dari Asia Tengah dan Khurasan atau Persia. Awalnya Islam atau dalam hal ini tasawuf dan sufisme disebarkan melalaui perseorangan, yang biasanya dipanggil dengan <em>dede, baba, syekh, mursid </em>atau <em>pir</em>, yang mendakwahkan Islam kepada masyarakat kelas bawah. Lalu ketika memasuki awal abad keempatbelas masuk berbagai kelompok macam tarekat yang juga berasal atau mempunyai asal usul dari wilayah Asia Tengah atau Persia. Selain itu, di artikel ini juga dijelaskan pengaruh salah satu sufi besar Ibn Arabi di kerajaan Ottoman secara khusus. Di mana ajaran, karya-karyanya hingga sosoknya sangat dihargai dan diapresiasi di kerajaan Ottoman oleh para sultan dan para ulama Ottoman pada saat itu.</p>Fahmi Rizal
Copyright (c) 2023 Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam
2023-06-182023-06-181311734Tradisi Bulan Muharram dalam Ragam Kelompok Islam di Lebanon Abad ke-20
https://rjfahuinib.org/index.php/khazanah/article/view/862
<p><em>Tradisi keagamaan di Lebanon semakin menarik ketika dilihat dengan ragam kelompok agama Islam yang dianut oleh masyarakatnya. Islam tentu masih menduduki peringkat pertama sebagai agama mayoritas di negara Timur Tengah tersebut. Namun di samping menjadi agama yang paling banyak dianut, Islam di Lebanon memiliki kelompok yang beragam. Artikel ini akan memfokuskan bagaimana praktik tradisi keagamaan Islam, yaitu perayaan Bulan Muharram di tengah banyaknya kelompok Islam di Lebanon. Perbedaan maupun persamaan dalam menjalankan tradisi Islam antar kelompok juga menjadi fokus dalam penelitian. Dengan pendekatan sejarah, sosiologi, dan antropologi, artikel ini menganalisis bagaimana tradisi keagamaan yang dilakukan di Lebanon dalam ragam kelompok Islam serta problematika yang ditimbulkannya. Tulisan ini membuktikan bahwa banyaknya kelompok Islam di Lebanon, tidak menjadikan tradisi Islam hilang. Artikel ini juga membuktikan bahwa terdapat unsur politik yang tercampur sampai pada aspek tradisi di Lebanon.</em></p> <p>Tradisi keagamaan di Lebanon semakin menarik ketika dilihat dengan ragam kelompok agama Islam yang dianut oleh masyarakatnya. Islam tentu masih menduduki peringkat pertama sebagai agama mayoritas di negara Timur Tengah tersebut. Namun di samping menjadi agama yang paling banyak dianut, Islam di Lebanon memiliki kelompok yang beragam. Artikel ini akan memfokuskan bagaimana praktik tradisi keagamaan Islam, yaitu perayaan Bulan Muharram di tengah banyaknya kelompok Islam di Lebanon. Perbedaan maupun persamaan dalam menjalankan tradisi Islam antar kelompok juga menjadi fokus dalam penelitian. Dengan pendekatan sejarah, sosiologi, dan antropologi, artikel ini menganalisis bagaimana tradisi keagamaan yang dilakukan di Lebanon dalam ragam kelompok Islam serta problematika yang ditimbulkannya. Tulisan ini membuktikan bahwa banyaknya kelompok Islam di Lebanon, tidak menjadikan tradisi Islam hilang. Artikel ini juga membuktikan bahwa terdapat unsur politik yang tercampur sampai pada aspek tradisi di Lebanon.</p>Siti Mariyani YaniNiswa SafitriZakiya Darojat
Copyright (c) 2023 Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam
2023-06-182023-06-181313552Perlawanan Masyarakat Desa Gombong Tasikmalaya Terhadap Gerakan DI/TII
https://rjfahuinib.org/index.php/khazanah/article/view/927
<p>DI/TII is a movement that wants to establish an Islamic State of Indonesia. Led by S.M Kartosuwirjo. The process of spreading gradually for dozens of years in West Java. S.M Kartosuwirjo is a close relative of Ir. Soekarno and still in the same university with HOS Tjokroaminoto. NII was established around August 7, 1949, in the Cisayong area, Tasikmalaya. Coinciding with the second Dutch military aggression. At that time, there was disappointment on the part of Kartosuwirjo because Islam was not the basis of the state. The purpose of this study is to see the resistance of the Tasikmalaya people to DI/TII power. Qualitative methods with a historical approach were used to collect all data. The findings of this study succeeded in obtaining data on organizations that participated in the fight against DI/TII, namely: Village Security Organizations (OKD), Mandatory Training Organizations (WALA), People's Defense Organizations (OPR) and Village Pagers (PD). In addition, this research was also able to obtain information about the story of the resistance against DI/TII from sources who are still alive today. The implications of this research can be a historical reference for the struggle of the Indonesian people for today's young generation.</p>Tisha Maulida FazriahHery SupiarzaHarry Tjahjodiningrat
Copyright (c) 2023 Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam
2023-06-302023-06-301315374Fungsi dan Keberlangsungan Seni Senjang Masyarakat Musi Banyuasin
https://rjfahuinib.org/index.php/khazanah/article/view/950
<p>Penelitian ini difokuskan pada fungsi dan keberlangsungan seni <em>senjang</em> yang masih ada sampai saat ini. Senjang merupakan bagian dari sastra Melayu berbentuk pantun yang terdiri dari sampiran dan isi. Uniknya pantun dalam <em>Senjang </em> tidak selalu sama antara sampiran dan isi. Bisa jadi sampirannya terdiri dari enam baris, sedangkan isinya terdiri dari tujuh baris. Selain itu senjang ditampilkan dengan memadukan antara syair, musik dan tari. Senjang yang mengalami perubahan baik bentuk maupun fungsinya.Keberlangsungan senjang juga didukung oleh adaptasi pada sspek fungsi. Fungsi senjang yang pada awalnya adalah terbatas pada fungsi estetis yang fokus sebagai media hiburan, dikembangkan fungsinya meliputi fungsi pragmatis, etis dan historis. Dengan fungsi yang berkembang, senjang tidak hanya menjadi media hiburan, lebih dari itu senjang menjadi alternative bagi berbagai pihak sebagai media propaganda, media pendidikan, dan media informasi.</p>Nurmalina NurmalinaSyafran Afriansyah
Copyright (c) 2023 Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam
2023-06-302023-06-301317586Dialektika Orientasi Keilmuan Ulama di Minangkabau
https://rjfahuinib.org/index.php/khazanah/article/view/1013
<p><em>Tulisan ini membahas tentang perubahan orientasi keilmuan ulama di Minangkabau pada periode awal masuknya Islam serta pasca gerakan Paderi. Gerakan Paderi dijadikan sebagai unit analisis dalam melihat perubahan orientasi keilmuan tersebut dengan melakukan dikotomi pra dan pasca Paderi. Dengan menggunakan metode penelitian sejarah dengan teori gerakan sosial dan structural fungsional dalam tulisan ini melihat bahwa gerakan awal Islam dalam bentuk tareqat-tasawuf merupakan tesa. Tesa yang mempengaruhi posisi/peran ulama dalam entitas sosial. Kemudian munculnya gerakan Paderi sebagai antitesa dan pada akhirntya melahirkan sintesa yaitu adanya negosiasi antara doktrin agama dengan adat Minangkabau yang sudah dianggap sebagai pola perilaku ideal. Adat mengalami kodifikasi, di sisi lain, agama sebagai suatu sistem keyakinan dan kepercayaan diperkuat. Meskipun gerakan Paderi tidak berhasil merubah struktur sosial, kultural dan politik di Minangkabau, bahkan tidak mampu menciptakan solusi atas terjadinya konflik antara agama dan adat, namun perkembangan lain dapat diikuti, yakni mengenai semakin lebarnya ruang penetrasi ajaran agama dalam sistem kemasyarakatan orang Minangkabau.</em></p>Khilal Syauqi Khilal
Copyright (c) 2023 Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam
2023-06-302023-06-3013187108The Dynamics of The National Movement to Indonesian Independence in The 20TH Century
https://rjfahuinib.org/index.php/khazanah/article/view/973
<p>The 20th century was given the nickname as the century of nationalism for Indonesia with national political awareness. Ethical political policies provide opportunities for Indonesian youth to fight for independence. Education was imposed by the Dutch as a significant factor for the development of the Indonesian nation because education could influence and experience the development of thought as the foundation for the birth of the idea of ??nationalism among Indonesian youth. The purpose of this study is to explain the description of the national movement at the beginning of the 20th century and explain the end of the struggle of the national movement at the beginning of the 20th century. The research method of this study is a historical research method with library research and tracing information sources for this study through the internet. The flow or procedural of the historical research method, which includes four stages, namely heuristics, in the form of collecting materials/sources; source criticism in the form of internal-external criticism; interpretation in the form of classifying data and looking for causal law; and explanation in the form of historiography. The results of the research in this study are first, the national movement in Indonesia is a movement of change to elevate the dignity of the Indonesian nation to become a strong and independent country without any intervention from other nations. The establishment of organizations or associations based on anti-imperialist politics and the struggle for independence from the colonialists. The breakthrough of the spirit of nationalism but became the main ideology to get Indonesia's independence. Second, the end of western imperialism against Asian nations, especially parts of Southeast Asia including Indonesia, was defeated by Japan in the mid-20th century, after the Dutch colonialists handed over their power to Japan unconditionally. However, after Japan suffered defeat in World War II, Indonesia's position was the status quo, so the declaration of independence took place without any interference, coercion and pressure from other nations on August 17, 1945.</p> <p> </p>Johan Septian Putra
Copyright (c) 2023 Johan Septian Putra
2023-06-302023-06-30131109126Tradisi Rabo Kasan, Sebuah Tradisi Masyarakat Palembang Yang Terpinggirkan
https://rjfahuinib.org/index.php/khazanah/article/view/1080
<p><em>Shafar</em>, bagi sebagian masyarakat Islam, merupakan bulan yang penuh dengan cobaan dari Allah SWT. Bahkan, bulan ini dianggap sebagai bulan naas, khususnya pada Rabu terkahir. Kesan seperti ini juga diyakini oleh sebagian besar masyarakat Islam Palembang. Pada bulan Syafar mereka tidak melaksanakan acara-acara penting, seperti perkawinan. Karena itu, pada Rabu terakhir dari bulan Syafar ini mereka mengadakan ritual-ritual tertentu yang bersifat keagamaan agar terhindar dari bencana. Ritual ini sering disebut dengan <em>Rebo Kasan</em>. Dalam tradisi ini, mereka mengadakan ritual, antara lain: "mandi Syafar" di tepi Sungai Musi yang tujuannya untuk mensucikan diri dari segala kesialan yang terjadi pada bulan Syafar. Pada era 1960-an hingga 2000-an, tradisi “mandi Shafar ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, tradisi ini sudah jarang dilakukan, bahkan dapat dikatakan hampir punah. Hanya <em>guguk-guguk</em> (kampung-kampung) atau kelompok tertentu saja yang masih melakukan tradisi upacara tersebut. Itupun dipraktikkan oleh mereka yang umumnya sudah berusia <em>sepuh</em>. Meskipun tradisi ini mempunyai kearifan lokal yang perlu dilestarikan, tetapi pada kenyataannya pewarisan tradisi ini dari generasi tua ke generasi muda tidak berjalan sebagaimana mestinya.</p>Bety BetyNor Huda Ali
Copyright (c) 2023 Bety, Nor Huda Ali
2023-06-302023-06-30131127153